Powered by Blogger.
RSS

Pages

This blog talk about everything I wanna share to you

PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL


MAKALAH TEORI EKONOMI
PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL


Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma




PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL

Harga BBM di Indonesia, tergolong cukup tinggi diantara negara – negara lain di sekitarnya. Hal ini juga disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang tidak hanya terjadi sekali di Indonesia. Kenaikan harga BBM termasuk ke dalam salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatur perekonomian. Berdasarkan data dari Kementrian ESDM, Indonesia telah mengalami kenaikan harga BBM setidaknya 12 x pada pemerintahan Soekarno, 18 x pada pemerintahan Soeharto, 1 x pada pemerintahan B. J. Habibie, 1 x pada pemerintahan Abdurrahman Wahid,  2 x pada pemerintahan Megawati (disertai 7x penyesuaian harga), dan 4 x pada dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Berikut ini adalah tabel harga BBM di Indonesia dari Kementrian ESDM:
Tahun
Harga Premium
Harga Solar
Masa Pemerintahan
1980
Rp 150
Rp 52,5
Soeharto
1991
Rp 550
Rp 300
Soeharto
1993
Rp 700
Rp 380
Soeharto
1998
Rp 1.200
Rp 600
Soeharto
2000
Rp 1.150
Rp 600
Gus Dur
2001
Rp 1.450
Rp 900
Gus Dur
2002
Rp 1.550
Rp 1.150
Megawati
2003
Rp 1.810
Rp 1.890
Megawati
Maret 2005
Rp 2.400
Rp 2.100
SBY
Oktober 2005
Rp 4.500
Rp 4.300
SBY
2008
Rp 6.000
Rp 5.500
SBY
2009-2012
Rp 4.500
Rp 4.500
SBY

Disadari atau tidak, kenaikan harga BBM mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kondisi M1, M2, serta pendapatan nasional. M1 dan M2 merupakan komponen perhitungan dari jumlah uang yang beredar. Sebagian ahli mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1.      Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit).
2.      Uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).
Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Dalam tulisan ini, hanya dua jenis uang yang diamati hubungannya dengan kenaikan harga BBM, yakni uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2).
Selain M1 dan M2 terdapat pula uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.
Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia.
Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian. Setelah memahami definisi M1 dan M2 dalam Jumlah Uang yang Beredar (JUB), dapat dihubungkan kaitan kenaikan harga BBM dengan M1, M2, dan pendapatan nasional.



Hubungan Kenaikan Harga BBM dengan JUB (M1 & M2) dan Pendapatan Nasional
BBM merupakan hajat hidup orang banyak yang setiap hari sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memberikan bantuan kebijakan berupa subsidi untuk menurunkan harga BBM dari harga pasar yang seharusnya.
Berkat subsidi tersebut, daya beli masyarakat terhadap BBM meningkat bahkan sebagian orang cenderung menjadi serakah. Hal ini menjadikan tingkat permintaan agregat terhadap BBM meningkat, sedangkan BBM sebagai hasil alam yang tidak mudah diperbaharui, penawarannya semakin terbatas. Jika hal ini terus ditingkatkan, maka permintaan agregat akan lebih besar dari penawaran agregat sehingga mampu memicu inflasi. Oleh untuk mengurangi kemungkinan inflasi, pemerintah harus menurunkan daya beli masyarakat sehingga tingkat permintaan berkurang. Salah satu kebijakan yang bisa diambil pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM sebagai wujud kebijakan fiskal terkait APBN.
Keadaan APBN (surplus atau defisit) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi JUB. Jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Kebijakan fiskal anggaran surplus (penerimaan > pengeluaran) akan menjadikan permintaan agregat menurun. Cara kerja kebijakan ini adalah pemerintah mengurangi pengeluaran, salah satunya subsidi sehingga daya beli masyarakat menurun ( jika digambarkan dalam grafik, kurva permintaan agregat akan bergeser ke kiri).
M1 dan M2 yang selama ini beredar di masyarakat dan seharusnya meningkatkan daya beli, akan masuk ke kas negara sehingga jumlah uang beredar semakin kecil. M1 dan M2 yang berkurang berasal dari pengurangan subsidi BBM yang seharusnya diterima masyarakat. Uang tersebut tidak dialirkan ke luar sebagai bantuan dana, melainkan tetap berada dalam kas negara, sehingga jumlah M1 dan M2 yang dialirkan dapat diturunkan. Hal ini akan menurngkan JUB sehingga mengurangi daya beli dan permintaan, kemudian kemungkinan inflasi akan teratasi.
Kebijakan peningkatan harga BBM juga akan mempengaruhi pendapatan nasional. PN ( Pendapatan Nasional) = PNN – PTL + S. Pendapatan nasional merupakan balas jasa atas seluruh faktor perusahaan. Untuk mendapatkan angka PN dari PNN, kita harus mengurangi PNN dengan angka pajak tidak langsung (PTL) dan menambahkan subsidi (S). Subsidi harus ditambahan karena merupakan balas jasa atas faktor produksi. Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pedapatan per kapita dihitung : pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Pendapatan perkapta didapatkan dari hasil pembagian pendaoatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Dengan definisi tersebut, subsidi akan searah dengan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM akan menurunkan subsidi dan mengurangi pendapatan nasional serta otomatis menurunkan angka pendapatan perkapita.

SUMBER :
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi). Jakarta:  Lembaga Penerbit FEUI

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment