Powered by Blogger.
RSS

Pages

This blog talk about everything I wanna share to you

BACKWARDS BENDING SUPPLY DI SEKTOR TENAGA KERJA

TEORI EKONOMI

BACKWARDS BENDING SUPPLY DI SEKTOR TENAGA KERJA



Disusun oleh : 
Putri Nadila Humairoh 
25212777
SMAK - 06


JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI 

UNIVERSITAS GUNADARMA


Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kompleks karena masalahnya mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi dengan pola yang tidak selalu mudah dipahami. Besar karena menyangkut jutaan jiwa. Untuk menggambarkan masalah tenaga kerja dimasa yang akan dating tidaklah gampang karena disamping mendasarkan pada angka tenaga kerja di masa lampau, harus juga diketahui prospek produksi di masa mendatang.

Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha.

Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli untuk dibelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Sudarsono, 1990). Dalam hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Sehingga permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang
diperkerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungKinan tingkat upah dalam jangka
waktu tertentu.

Miller & Meiners (1993), berpendapat bahwa permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP). Nilai marjinal produk (VMP) merupakan perkalian antara Produk Fisik Marginal (Marginal Physical Product, MPP) dengan harga produk yang bersangkutan. Produk Fisik Marginal (Marginal Physical Product, MPP) adalah kenaikan total produk fisik yang bersumber dari penambahan satu unit input variabel (tenaga kerja).

Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam teori klasik sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil keputusan untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah jam kerja yang diinginkannya. Teori ini didasarkan pada teori tentang konsumen, dimana setiap individu bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan dengan kendala yang dihadapinya.

Menurut G.S Becker (1976), Kepuasan individu bisa diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu luang (leissure). Sedang kendala yang dihadapi individu adalah tingkat pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontrofersi dari leisure menimbulkan penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau memperoleh kompensasi dalam bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu ini adalah jumlah jam kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang diinginkan.

Disadari atau tidak tingkat kepuasan (atau tingkat ketidakpuasan) masing-masing pekerja atas suatu pekerjaan tidaklah sama, maka bisa difahami terjadinya kemungkinan perbedaan tingkat upah yang mencerminkan adanya perbedaan selera atau preferensi terhadap setiap jenis pekerjaan. Kemungkinan perbedaan tingkat upah yang mencerminkan adanya perbedaan selera atau preferensi terhadap setiap jenis pekerjaan inilah yang sering disebut sebagai teori penyamaan tingkat upah (theory of equalizing wage difference). Terkadang seseorang mau mengorbankan rasa tidak sukanya terhadap suatu pekerjaan demi memperoleh imbalan tinggi; atau sebaliknya ada orang yang mau menerima pekerjaan yang memberi upah rendah, padahal dia bisa memperoleh pekerjaan yang memberi upah lebih tinggi, semata-mata karena ia menvukai pekerjaan tersebut. Setiap pekerjaan memiliki penewaran dan permintaan tersendiri yang menentukan tingkat upah serta jumlah pekerja yang bisa di serap.

Isu umum dalam pembahasan mengenai pasar kerja selalu diasumsikan terdapatnya keseimbangan antara penawaran dan permintaan pekerja pada tingkat tertentu dengan jumlah pekerja tertentu pula. Namun adakalanya keseimbangan ini tidak selamanya menunjukkan tingkat upah yang terjadi di pasar kerja karena dalam pelaksanaannya terdapat campur tangan pemerintah atau karena ada yang menentukan tingkat upah minimum. Dalam jangka panjang, sebagian pengurangan permintaan pekerja bersumber dari berkurangnya jumlah perusahaan, dan sebagian lagi bersumber dari perubahan jumlah pekerja yang diserap masing-masing perusahaan.

Jumlah perusahaan bisa berkurang karena pemberlakuan tingkat upah minimum tidak bisa ditanggung oleh semua perusahaan. Hanya perusahaan yang sanggup menanggung upah minimum -atau yang berhasil menyiasati peraturan itu- yang akan bertahan. Sebagai contoh anggap saja sejumlah perusahaan tertentu membayar upah lebih tinggi dari pada Wm, khusus untuk pekerja unggul. Pemberlakuan tingkat upah minimum akan meningkatkan upah rata-rata, tapi tidak akan memacu kualitas pekerja secara keseluruhan. Akibatnya perusahaan yang menyerap pekerja kualitas lebih rendah, tapi harus membayar upah lebih tinggi, akan semakin sulit bersaing dengan perusahaanperusahaan yang sejak semula memberi upah tinggi tapi memang kualitas pekerjanya
unggul.

Besarnya pengaruh perubahan tingkat upah terhadap perubahan waktu luang (dan waktu kerja) sangat tergantung  pada besarnya efek pendapatan dan efek substitusi. Peningkatan tingkat upah akan mengakibatkan peningkatan jam kerja, apabila  efek substitusi lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan. Sebaliknya, apabila efek pendapatan lebih dominan dibandingkan dengan efek substitusi, maka individu akan berupaya untuk mengurangi waktu kerja dan menikmati lebih banyak waktu luang. Dengan demikian apabila efek pendapatan lebih besar dibandingkan efek substitusi maka akan terjadi backward bending labor supply curve.

Selain upah, pendapatan juga berpengaruh negatif terhadap jumlah jam kerja; artinya apabila pendapatan total meningkat akan diikuti dengan penurunan dalam jumlah jam kerja. Di negara-negara maju dengan pendapatan per kapita penduduk yang relatif sudah tinggi, efek pendapatan dari peningkatan upah umumnya lebih dominan dibandingkan  dengan efek substitusi, sehingga besarnya efek total (total effect) dari peningkatan tingkat upah yang merupakan  selisih antara efek pendapatan dan efek substitusi di negara-negara maju akan lebih kecil dari nol.

Pada tingkat pendapatan yang relatif tinggi individu akan merasa bahwa kebutuhan hidupnya akan barang dan jasa sudah tercukupi, sehingga mereka mengurangi waktu kerja dan menambah waktu luang untuk mempertinggi kesejahteraannya. Sebaliknya, di negara-negara berkembang dimana pendapatan masyarakat masih tergolong rendah, efek substitusi akan lebih dominan dibandingkan dengan efek pendapatan. Dengan demikian peningkatan tingkat upah akan berpengaruh positif terhadap waktu kerja dan negatif terhadap waktu luang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment