Powered by Blogger.
RSS

Pages

This blog talk about everything I wanna share to you

PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL


MAKALAH TEORI EKONOMI
PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL


Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma




PENGARUH KENAIKAN BBM TERHADAP M1, M2, DAN PENDAPATAN NASIONAL

Harga BBM di Indonesia, tergolong cukup tinggi diantara negara – negara lain di sekitarnya. Hal ini juga disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang tidak hanya terjadi sekali di Indonesia. Kenaikan harga BBM termasuk ke dalam salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatur perekonomian. Berdasarkan data dari Kementrian ESDM, Indonesia telah mengalami kenaikan harga BBM setidaknya 12 x pada pemerintahan Soekarno, 18 x pada pemerintahan Soeharto, 1 x pada pemerintahan B. J. Habibie, 1 x pada pemerintahan Abdurrahman Wahid,  2 x pada pemerintahan Megawati (disertai 7x penyesuaian harga), dan 4 x pada dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Berikut ini adalah tabel harga BBM di Indonesia dari Kementrian ESDM:
Tahun
Harga Premium
Harga Solar
Masa Pemerintahan
1980
Rp 150
Rp 52,5
Soeharto
1991
Rp 550
Rp 300
Soeharto
1993
Rp 700
Rp 380
Soeharto
1998
Rp 1.200
Rp 600
Soeharto
2000
Rp 1.150
Rp 600
Gus Dur
2001
Rp 1.450
Rp 900
Gus Dur
2002
Rp 1.550
Rp 1.150
Megawati
2003
Rp 1.810
Rp 1.890
Megawati
Maret 2005
Rp 2.400
Rp 2.100
SBY
Oktober 2005
Rp 4.500
Rp 4.300
SBY
2008
Rp 6.000
Rp 5.500
SBY
2009-2012
Rp 4.500
Rp 4.500
SBY

Disadari atau tidak, kenaikan harga BBM mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kondisi M1, M2, serta pendapatan nasional. M1 dan M2 merupakan komponen perhitungan dari jumlah uang yang beredar. Sebagian ahli mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1.      Jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit).
2.      Uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).
Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Dalam tulisan ini, hanya dua jenis uang yang diamati hubungannya dengan kenaikan harga BBM, yakni uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2).
Selain M1 dan M2 terdapat pula uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.
Uang Primer atau Uang Inti (M0)
Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia.
Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian. Setelah memahami definisi M1 dan M2 dalam Jumlah Uang yang Beredar (JUB), dapat dihubungkan kaitan kenaikan harga BBM dengan M1, M2, dan pendapatan nasional.



Hubungan Kenaikan Harga BBM dengan JUB (M1 & M2) dan Pendapatan Nasional
BBM merupakan hajat hidup orang banyak yang setiap hari sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memberikan bantuan kebijakan berupa subsidi untuk menurunkan harga BBM dari harga pasar yang seharusnya.
Berkat subsidi tersebut, daya beli masyarakat terhadap BBM meningkat bahkan sebagian orang cenderung menjadi serakah. Hal ini menjadikan tingkat permintaan agregat terhadap BBM meningkat, sedangkan BBM sebagai hasil alam yang tidak mudah diperbaharui, penawarannya semakin terbatas. Jika hal ini terus ditingkatkan, maka permintaan agregat akan lebih besar dari penawaran agregat sehingga mampu memicu inflasi. Oleh untuk mengurangi kemungkinan inflasi, pemerintah harus menurunkan daya beli masyarakat sehingga tingkat permintaan berkurang. Salah satu kebijakan yang bisa diambil pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM sebagai wujud kebijakan fiskal terkait APBN.
Keadaan APBN (surplus atau defisit) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi JUB. Jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Kebijakan fiskal anggaran surplus (penerimaan > pengeluaran) akan menjadikan permintaan agregat menurun. Cara kerja kebijakan ini adalah pemerintah mengurangi pengeluaran, salah satunya subsidi sehingga daya beli masyarakat menurun ( jika digambarkan dalam grafik, kurva permintaan agregat akan bergeser ke kiri).
M1 dan M2 yang selama ini beredar di masyarakat dan seharusnya meningkatkan daya beli, akan masuk ke kas negara sehingga jumlah uang beredar semakin kecil. M1 dan M2 yang berkurang berasal dari pengurangan subsidi BBM yang seharusnya diterima masyarakat. Uang tersebut tidak dialirkan ke luar sebagai bantuan dana, melainkan tetap berada dalam kas negara, sehingga jumlah M1 dan M2 yang dialirkan dapat diturunkan. Hal ini akan menurngkan JUB sehingga mengurangi daya beli dan permintaan, kemudian kemungkinan inflasi akan teratasi.
Kebijakan peningkatan harga BBM juga akan mempengaruhi pendapatan nasional. PN ( Pendapatan Nasional) = PNN – PTL + S. Pendapatan nasional merupakan balas jasa atas seluruh faktor perusahaan. Untuk mendapatkan angka PN dari PNN, kita harus mengurangi PNN dengan angka pajak tidak langsung (PTL) dan menambahkan subsidi (S). Subsidi harus ditambahan karena merupakan balas jasa atas faktor produksi. Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pedapatan per kapita dihitung : pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Pendapatan perkapta didapatkan dari hasil pembagian pendaoatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Dengan definisi tersebut, subsidi akan searah dengan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM akan menurunkan subsidi dan mengurangi pendapatan nasional serta otomatis menurunkan angka pendapatan perkapita.

SUMBER :
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi). Jakarta:  Lembaga Penerbit FEUI

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Analisis Pengarus Elastisitas Harga terhadap Demand and Supply pada Produk Sekunder


MAKALAH TEORI EKONOMI
Analisis Pengarus Elastisitas Harga terhadap Demand and Supply pada Produk  Sekunder

Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma

Produk sekunder
Elastisitas adalah derajat kepekaan perubahan barang yang diminta atau ditawarkan akibat perubahan dari harga barang tersebut. Koefisien elastisitas dibagi menjadi elastisitas harga permintaan, elastisitas harga penawaran, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan. Elastisitas harga permintaan atau penawaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
E    : elastisitas.
ΔQ : selisih (perbedaan) jumlah barang.
ΔP : selisih (perbedaan) harga barang.
P    : harga mula-mula.
Q   : jumlah barang mula-mula.

Elastisitas Harga Permintaan
Elastisitas harga permintaan (Price elasticity of demand) adalah derajat kepekaan pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang yang diminta. Dengan kata lain elastisitas harga permintaan merupakan perbandingan antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga barang.

Elastisitas harga yang berpengaruh terhadap produk sekunder adalah :
Elastisitas kesatuan/Uniter (E=1) adalah terjadinya perubahan tingkat harga mengakibatkan perubahan jumlah permintaan pada tingkat prosentase yang sama.



Grafik di atas menggambarkan ΔQ = ΔP, terjadi pada barang-barang biasa atau barang sekunder.
∆ Q merupakan selisih antara Q(quantitas barang ke 1)  dan Q2 , (quantitas barang ke 2)
∆ P merupakan selisih antara P1  ( harga barang ke 1 ) dan P2 ( harga barang ke 2)
Apabila selisih antara delta tersebut mempunyai kesamaan, maka disebut elastisitas uniter.
Elastisitas uniter menggambarkan pengaruh permintaan dan penawaran pada produk sekunder.


Faktor – faktor yang mempengaruhi elastisitas harga
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan elastisitas suatu harga terhadap jumlah permintaan :

  1. Tingkat substitusi.
Makin sulit mencari substitusi suatu barang, permintaan makin inelastis. Beras bagi masyarakat Indonesia sulit dicari substitusinya, karena itu permintaan beras inelastis. Garam tidak mempunyai substitusi, oleh karena itu permintaannya inelastis sempuma. Walaupun harganya naik banyak, orang tetap membelinya, dan seandainya harganya turun banyak, orang tidak lantas akan memborong garam.
  1. Jumlah pemakai.

Makin banyak jumlah pemakai, permintaan akan suatubarang makin inelastis. Hampir semua suku bangsa di Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Ini penjelasan lain mengapa permintaan beras di Indonesia, inelastis. Penjelasan ini sebenamya menunjukkan bahwa elastisitas harga dipengaruhi oleh pokok tidaknya suatu barang bagi kita. Semakin pokok suatu barang, semakin inelastis permintaannya. Namun, pokok tidaknya suatu barang adalah relatif. Pesawat televisi, misalnya, bagi orang-orang di kota mungkin sekali termasuk barang kebutuhan pokok (selain sebagai media hiburan juga sebagai media informasi yang sangat penting), tetapi bagi masyarakat desa merupakan barang mewah, sehingga pembeliannya dapat ditunda bila harganya naik.
  1. Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen.

Bila proporsi tersebut besar, maka permintaan cenderung lebih elastis. Contohnya adalah garam dan TV. Meskipun harga garam naik 50%, kenaikan tersebut mungkin hanya Rp1.000,00, yang merupakan bagian sangat kecil dari pendapatan sebagian besar keluarga. Sebaliknya, kenaikan harga TV sebesar 5%, dalam jumlah nominal uang bisa Rp125.000,00 dan cukup menyebabkan sejumlah keluarga menunda pembeliannya sampai tahun depan.
  1. Jangka waktu.

Jangka waktu permintaan atas suatu barang juga mempunyai pengaruh terhadap elastisitas harga. Namun hal ini tergantung pada apakah barangnya durable atau nondurabel. Selanjutnya mengenai pengaruh jangka waktu terhadap elastisitas akan diuraikan dalam butir 3 di belakang, yaitu mengenai Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang.

Sumber :
  1. http://www.manajementelekomunikasi.org/2013/04/11-price-elasticity.html
  2. http://behindus.wordpress.com/2011/04/page/8/
  3. http://behindus.wordpress.com/2011/04/16/elastisitas/




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Analisis Pengarus Elastisitas Harga terhadap Demand and Supply pada Produk Tersier

MAKALAH TEORI EKONOMI
Analisis Pengarus Elastisitas Harga terhadap Demand and Supply pada Produk  Tersier

Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
Produk tersier

Elastisitas adalah derajat kepekaan perubahan barang yang diminta atau ditawarkan akibat perubahan dari harga barang tersebut. Koefisien elastisitas dibagi menjadi elastisitas harga permintaan, elastisitas harga penawaran, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan. Elastisitas harga permintaan atau penawaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
E    : elastisitas.
ΔQ : selisih (perbedaan) jumlah barang.
ΔP : selisih (perbedaan) harga barang.
P    : harga mula-mula.
Q   : jumlah barang mula-mula.
Elastisitas Harga Permintaan
Elastisitas harga permintaan (Price elasticity of demand) adalah derajat kepekaan pengaruh perubahan harga terhadap jumlah barang yang diminta. Dengan kata lain elastisitas harga permintaan merupakan perbandingan antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga barang.


Salah satu elastisitas harga yang berpengaruh terhadap produk TERSIER adalah :
Elastis (E>1) adalah permintaan terhadap jumlah barang sangat peka akibat adanya perubahan harga, artinya dengan sedikit perubahan harga bisa membuat perubahan jumlah permintaan yang besar.

Grafik di atas menggambarkan ΔQ > ΔP, hal ini umumnya terjadi pada barang mewah atau barang tersier.


Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang rnenyebabkan perubahan perrnintaan yang besar. Misalnya, bila harga turun 10% menyebabkan permintaan barang naik 20%. Karena itu nilai Ep lebih besar dari satu.  Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.

Faktor – faktor yang mempengaruhi elastisitas harga
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan elastisitas suatu harga terhadap jumlah permintaan :

  1. Tingkat substitusi.
Makin sulit mencari substitusi suatu barang, permintaan makin inelastis. Beras bagi masyarakat Indonesia sulit dicari substitusinya, karena itu permintaan beras inelastis. Garam tidak mempunyai substitusi, oleh karena itu permintaannya inelastis sempuma. Walaupun harganya naik banyak, orang tetap membelinya, dan seandainya harganya turun banyak, orang tidak lantas akan memborong garam.

  1. Jumlah pemakai.
Makin banyak jumlah pemakai, permintaan akan suatubarang makin inelastis. Hampir semua suku bangsa di Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Ini penjelasan lain mengapa permintaan beras di Indonesia, inelastis. Penjelasan ini sebenamya menunjukkan bahwa elastisitas harga dipengaruhi oleh pokok tidaknya suatu barang bagi kita. Semakin pokok suatu barang, semakin inelastis permintaannya. Namun, pokok tidaknya suatu barang adalah relatif. Pesawat televisi, misalnya, bagi orang-orang di kota mungkin sekali termasuk barang kebutuhan pokok (selain sebagai media hiburan juga sebagai media informasi yang sangat penting), tetapi bagi masyarakat desa merupakan barang mewah, sehingga pembeliannya dapat ditunda bila harganya naik.

  1. Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen.
Bila proporsi tersebut besar, maka permintaan cenderung lebih elastis. Contohnya adalah garam dan TV. Meskipun harga garam naik 50%, kenaikan tersebut mungkin hanya Rp1.000,00, yang merupakan bagian sangat kecil dari pendapatan sebagian besar keluarga. Sebaliknya, kenaikan harga TV sebesar 5%, dalam jumlah nominal uang bisa Rp125.000,00 dan cukup menyebabkan sejumlah keluarga menunda pembeliannya sampai tahun depan.

  1. Jangka waktu.
Jangka waktu permintaan atas suatu barang juga mempunyai pengaruh terhadap elastisitas harga. Namun hal ini tergantung pada apakah barangnya durable atau nondurabel. Selanjutnya mengenai pengaruh jangka waktu terhadap elastisitas akan diuraikan dalam butir 3 di belakang, yaitu mengenai Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang.

Sumber :
  1. http://www.manajementelekomunikasi.org/2013/04/11-price-elasticity.html
  2. http://behindus.wordpress.com/2011/04/page/8/
  3. http://behindus.wordpress.com/2011/04/16/elastisitas/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dampak AFTA terhadap Indonesia pada umumnya, pada Setor Rill dan Sekor Tenaga pada khususnya

MAKALAH TEORI EKONOMI
DAMPAK AFTA TERHADAP INDONESIA PADA UMUMNYA, PADA SEKTOR RIIL DAN SEKTOR TENAGA KERJA PADA KHUSUSNYA


Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma

DAMPAK AFTA TERHADAP INDONESIA PADA UMUMNYA, PADA SEKTOR RIIL DAN SEKTOR TENAGA KERJA PADA KHUSUSNYA
Pada masa ini tak ada satu pun negara bisa menghindarkan diri dari arus globalisasi sebagaimana ditulis oleh ekonom ternama, peraih nobel ekonomi, Joseph Stiglitz, dalam buku Making Globalization Work (2006). Asia diramalkan akan menjadi kekuatan ekonomi baru. Asia akan tumbuh menjadi emerging market yang disokong oleh Cina, India dan Asia Tenggara. 

Dengan kecenderungan tersebut, Asean Economic Community (AEC), yang akan diberlakukan pada 2015, memiliki nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Asia. Saat ini rata-rata laju pertumbuhan ekonomi ASEAN adalah 5,5% serta memiliki jumlah penduduk 608 juta jiwa yang merupakan potensi pasar dan tenaga kerja yang besar. 

Oleh banyak kalangan, Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade (AFTA) tahun 2015. Permasalahannya beragam. Salah satunya adalah terbatasnya infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan bandara. Kelengkapan infrastruktur diperlukan untuk menekan biaya logistik dan transportasi yang dapat melemahkan daya saing produk Indonesia. Saat ini memang diperkirakan ada 600 juta penduduk di ASEAN yang dapat menjadi pasar potensial. 

AFTA adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Hanya akan ada satu pasar dan basis produksi dengan lima elemen utama, yaitu aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, aliran modal dan aliran bebas tenaga kerja terampil.

Dengan tujuan meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003.

Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.
Namun anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT dalam tiga kategori :
(1) pengecualian sementara,
(2) produk pertanian yang sensitif
(3) pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)

LALU APA DAMPAKNYA BAGI INDONESIA?
            Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapannya dalam menghadapi AFTA, diantaranya adalah : dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tidak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, dimana keadaan tersebut akan menyebabkan biaya ekonomi suatu barang tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk tersebut dalam pasar internasional.

Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.

Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif.

Ketiga, adanya spesialisasi yang meningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.

Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.

Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).

Saat ini AFTA hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.

Selain itu AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan dan memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.

Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.

Namun sayangnya hal ini belum terjadi pada Indonesia, pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.


DAMPAK PADA SEKTOR RIIL
Untuk Indonesia kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi sector riil, salah satunya barang seperti hasil komoditas pertanian. Kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan Indonesia namun belum bisa menjadi sumber pemasukan ekspor memiliki kesempatan yang lebih baik dengan adanya AFTA. Apalagi kita tahu bahwa Indonesia kaya akan hasil alam yang sampai saat ini belum kita manfaatkan dengan maksimal.

Secara umum, beberapa produk kita siap berkompetisi seperti, minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak pula jenis produk kita yang belum mampu bersaing dengan negara – negara ASEAN lain diantaranya, produk otomotif, teknologi informasi, dan produk pertanian. Dimana dalam pengembangan sektor riil baik barang ataupun jasa harus didukung dengan kemampuan. Namun tentunya barang – barang berharga lebih murah dengan kualitas yang  baik akan lebih diminati oleh konsumen dan itulah tantangan terbesar yang akan dihadapi para produsen.

DAMPAK PADA SEKTOR TENAGA KERJA
Sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau pasar bebas ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu bagaimana kualitas SDM dan infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu tidak lama lagi,” kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda Pakpahan, di Jakarta. Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat potensial untuk memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya lagi pembatasan kuota produk.

Namun tentu saja dibutuhkan kemampuan yang sejajar dengan negara – negara lain, khususnya di bidang sumber daya manusia (SDM). Karena SDM Indonesia yang akan berkompetisi ekonomi regional tersebut. Jika peluang itu tidak dimanfaatkan maksimal, maka Indonesia justru menjadi pasar bagi negara lain.  Pemerintah dan pengusaha harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk menghadapi AFTA 2015. Menurut Rangga Umara, pengusaha yang sukses berbinis Pecel Lele Lela, pengusaha Indonesia sangat siap menghadapi AFTA 2015. “Kami tidak akan menjual perusahaan kami ke asing, “ janjinya. AFTA 2015 menjadi peluang sekaligus harapan bagi pengusaha Indonesia dan ASEAN. Bagi pengusaha lokal,  manfaat yang bisa diambil antara lain peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia. Bayangkan saja dengan penduduk sebesar ± 600 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam, pasar ASEAN tentu menjanjikan.

Pada sektor tenaga kerja Indonesia, AFTA di nilai akan berdampak negatif melihat kesiapan ataupun kualitas sumber daya manusia yang di nilai belum memiliki bekal yang cukup untuk bersaing dengan SDM dari negara – negara ASEAN lainnya, yang akan berakibat munculnya banyak pengangguran dan sector tenaga kerja Indonesia penuh dengan SDM dari negara lain.
Dampak terburuk mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang kecil. Karena memang pada AFTA tahun 2015 produk-produk mereka harus bisa bersaing dengan produk seluruh negara ASEAN. Melihat saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam dalam ASEAN di luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar).


John Prasetyo, Staf Khusus Menteri Perindustrian, kepada para wartawan,  mengatakan AFTA 2015 tak perlu disikapi berlebihan dengan membuat rambu-rambu yang justru dapat merugikan Indonesia. Apalagi integrasi ekonomi regional itu lebih banyak mengusung pasar tunggal dan kesetaraan. Yang harus dengan serius diperhatikan adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehingga bisa bersaing dengan SDM negara ASEAN lainnya. Salah satu contoh simple nya adalah, tenaga kerja dari negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia, begitu juga sebaliknya. Perlunya juga peran aktif dari masyarakat agar tidak terlalu tertarik oleh produk impor yang masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.



Sumber :


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Emas Terhadap Sektor Moneter

MAKALAH TEORI EKONOMI

Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Emas Terhadap Sektor Moneter


Disusun oleh :
Amalia Nurul Hidayah
Anda Putra
Icha Tifany
Ismi Alawiyah
Putri Nadila Humairoh
SMAK - 06

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma


Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Emas Terhadap Sektor Moneter
Judul: Pengaruh Harga Emas Terhadap IHSG Sektor Pertambangan di BEI
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga emas dunia terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sektor pertambangan di BEI periode tahun 2010.

Pasar modal merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu negara dimana pasar modal dapat dijadikan tolak ukur dari perekonomian negara tersebut. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatakan pergerakan partisipasi masyarakat dalam pergerakkan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Dengan kata lain pasar modal memiliki peranan penting bagi perekonomian negara karena pasar modal memiliki dua fungsi yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor (Adrian Agung, 2010).

Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset selama periode tertentu dengan harapan mendapatkan keuntungan atau peningkatan nilai investasi. Dalam melakukan investasi di pasar  modal, investor memerlukan informasi mengenai perkembangan saham atau obligasi yang akan menentukan bagaimana risiko dan return yang akan dihadapi kedepannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui BEI (Bursa Efek Indonesia).

Pada era globalisasi banyak investor memilih investasi di berbagai sektor seperti sektor properti dan manufaktur. Selain kedua sektor tersebut berinvestasi pada sektor pertambangan juga banyak diminati para investor karena menurut mereka sektor ini dapat memberi return yang cukup besar pada jangka panjang.  Pertambangan adalah penggerak ekonomi integral bagi Indonesia.  Sektor pertambangan telah menjadi sektor yang semakin strategis bagi Indonesia hal ini dapat dilihat dari sumber tambang yang dimiliki indonesia. Indonesia merupakan penghasil tembaga terbesar keempat di dunia, dan juga penghasil timah serta nikel terbesar kedua di dunia, emas terbesar ketujuh dan batubara terbesar kedelapan didunia.

Banyak teori dan penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa indeks harga saham gabungan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tiga faktor diantaranya adalah harga emas, harga minyak dunia dan kurs rupiah.  Karena selain kurs rupiah komoditi emas dan minyak akan mempengaruhi pergerakan indeks saham sektor pertambangan sehingga akan membuat IHSG berpengaruh, khususnya pada sektor pertambangan.

Emas adalah salah bahan mineral tambang yang tidak dapat dibentuk melalui proses produksi atau diciptakan tetapi didapatkan dari hasil penambangan, sehingga keberadaannya dibumi ini terbatas. Emas banyak digunakan untuk mengendalikan defisit keadaan ekonomi suatu negara. Selain itu emas merupakan salah satu komoditi yang dapat mempengaruhi bursa saham. Pergerakan harga emas yang berfluktuatif membuat pergerakan harga saham di bursa efek juga berpengaruh.
                          
Emas adalah bentuk umum yang mewakili uang karena kejarangannya, ketahanannya, dapat dibagi-bagi, tahan terhadap jamur dan kemudahan pengindentifikasiannya, sering berhubungan dengan perak. Perak biasanya adalah alat pembayaran yang sah, dengan emas sebagai metal untuk cadangan moneter. Sulit untuk memanipulasi standar sebuah emas untuk disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi terhadap uang, menyediakan ketidakleluasaan praktek terhadap pengukuran yang bank sentral mungkin gunakan sebaliknya untuk memberi tanggapan pada krisis ekonomi.

London Bullion Market Association (LBMA), frasa yang sering kita singgung ketika membicarakan perihal emas dan turunannya (Investasi Emas, Emas Batangan, Sertifikasi Emas, Tren Harga Emas, Pasar Emas Internasional dsb). LBMA secara tidak langsung menunjuk pada Pasar Emas Internasional yang berlokasi di London. Pasar Emas london inilah yang menjadi rujukan pasar emas global dalam menentukan patokan harga pasar emas hampir di setiap negara (termasuk dengan harga Dinar Dirham Islam).

Pengaruhnya Kenaikan harga emas akan mendorong investor untuk memilih berinvestasi di emas dari pada pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya. Selain itu emas juga bisa jadi lindung nilai yang aman di masa depan (Roy Sembel, 2008). Ketika banyak investor yang mengalihkan investasinya kedalam bentuk emas batangan, hal ini mengakibatkan turunnya indeks saham di negara bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan investor. Jumlah uang beredar yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (Nilawati, 2000, p.162) dalam Prayitno & Sandjaya (2002). Kondisi pergerakan jumlah uang beredar selama periode penelitian 2009-2012 menunjukan tren yang meningkat. Pertumbuhan M2 yang cenderung meningkat tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan tabungan dan deposito. Peningkatan itu sejalan dengan meningkatnya harga emas dunia. Untuk di Indonesia sendiri ditambahkan, Koefisien regresi harga emas ANTAM -0,001 menyatakan bahwa setiap kenaikan harga emas ANTAM satu Rupiah akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan -0,001 Rupiah. Dalam hal ini, harga emas mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 77,3%, sedangkan 22,7% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Hal ini memiliki tujuan yang senada dengan penelitian(Nugroho, 2008).  Jumlah uang beredar memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dikarenakan masyarakat menggunakan uangnya selain untuk tujuan transaksi juga untuk tujuan investasi dengan membeli surat berharga Pertumbuhan uang beredar juga disebabkan oleh investasi dari asing, terbukti dari net buy asing sepanjang tahun 2012 sebesar Rp 15,44 triliun. Dominasi asing di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2012 mencapai 59,15% dari total saham yang diperdagangkan dalam negeri. Sementara kepemilikan investor domestik hanya sebesar 40,85% (Investor.co.id). Dengan investor asing berinvestasi di Indonesia, maka pertumbuhan jumlah Rupiah yang beredar juga akan semakin meningkat. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2008) yang menjelaskan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan positif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Koefisien regresi jumlah uang beredar 0,002 menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar satu Rupiah akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 0,002 Rupiah.


Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, tulisan ini menunjukan bahwa secara umum Harga Emas Dunia mempunyai pengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yaitu ketika harga emas  meningkat indeks saham sektor pertambangan juga mengalami peningkatan yang searah. Dan jika harga emas dunia mengalami penurunan sebaiknya investor/pengusaha melakukan aksi beli terhadap saham sektor pertambangan karena dari hal ini menunjukan indeks saham sektor ini juga akan mengalami penurunan (berpengaruh positif), sebaliknya ketika harga emas dunia naik disarankan agar investor atau pengusaha melakukan aksi jual karena pada saat itu indeks saham sektor pertambangan ikut naik sehingga investor akan memperoleh keuntungan.

Referensi:




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS